Membaca Intensif dan Membaca Ekstensif
Dilihat dari sudut cakupan bahan bacaan yang dibca membaca, dapat kita golongkan kedalam dua jenis, yakni <span>membaca ekstensif</span> (extensive reading) dan <span>membaca intensif</span> (intesive reading). Untuk memberikan kejelasan pada kedua jenis membaca ini, mari ikuti penjelasan berikut.
Membaca ekstensif
Dalam Dictionary of Reading (1983:112) disebutkan membaca ekstensif merupakan program membaca yang dilakukan secara luas. Para siswa diberikan kebebasan dn keleluasaandalam hal memiliki baik jenis maupun lingkup bahan-bahan bacaan yang dibacanya. Program membaca ekstensif ini sangat besar manfatnya dalam memberikan aneka pengalaman yang sangat luas kepada para siswa yang mengikutinya. Karena membaca ekstensif merupakan program membaca secara luas, maka implikasinya antara lain:
<span>Pertama,</span> bahan-bahan bacaan, baik jenis teks maupun ragamnya haruslah luas dan
beraneka. Dengan demikian, siswa akan banyak memiliki kekuasaan dalam melakukan pilihan terhadap bahan bacaan tersebut. Meskipun demikian, yang harus diperehatikan oleh guru adalah faktor kesulitan dari bahan bacaan tersebut. Jangan sampai bahan bacaan terlalu sulit untuk dicerna. Kedua, waktu yang dipergunakan untuk membaca pun harus sesingkat mungkin. Pada membaca ekstensif pengertian atau pemahaman yang bertaraf relatif rendah sudah memadai. Mengapa demikian? Karena dalam program membaca ekstensif tuntutan dan tujuannya pun memang hanya sekedar untuk memahami isi yang penting saja dari bahan bacaan yang dibaca tersebut dengan menggunakan waktu secepat mungkin.
Menurut Broughton (1978) sebagaimana dikutip oleh H.G. Tarigan (1979:31) membaca
ekstensif meliputitiga jens membaca, yakni membaca survey (survey reading), membaca sekilas (skimming), membaca dangkal (superficial reading). Secara skematis hal tersebut digambarkan sebagai berikut:
Membaca survey
Membaca ekstensif Membaca sekilas
Membaca dangkal
Untuk memberikan perspektif kepada anda, mari kita bahas ketiga jenis membaca tersebut.
a. Membaca Survey
Membaca survey ialah sejenis kegiatan membaca dengan tujuan untuk mengetahui gambaran
umum ihwal isi (content) serta ruang lingkup (scope) dari bahan bacaan yang hendak kita baca. Oleh karena itu, dalam prktiknya pembaca hanya sekedar melihat, meneliti atau menelaah bagian bacaan yang dianggap penting saja. Misalnya judul, nama pengarang beserta biodatanya, daftar isi, judul-judul bab beserta sub-bab, daftar indeks, atau daftar buku-buku rujukan yang dipergunakannya. Dengan demikian membaca survey pada dasarnya bukanlah kegiatan membaca yang sesungguhnya. Jadi, dapat dikatakan semacam kegiatan prabaca. Dalam konteks jenis bacaan ilmiah, seperti skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian atau artikel yang terdapat dalam jurnal ilmiah, bagian yang penting juga perlu disurvey untuk mendapatkan gambaran umum serta serta ruang lingkup tersebut yakni bagian abstraksiini atau sebagian orang menyebutnya ringkasan (summary) terletak dibagian awal karya tersebut, sedangkan untuk buku, kita dapat membacanya lewat keterangan atau semacam pengantar singkatyang terletak pada sampul bagian belakang dari buku tersebut. Biasanya keterangan singkat tersebutdibuat oleh pihak penerbit atau seorang pakar yang memiliki otoritas dibidangnya. Kemampuan membaca survey ini penting dimiliki oleh setiap pelajar, khususnya para mahasiswa agar dapat membaca secara efektif dan efisien. Meskipun demikian, untuk memiliki jenis keterampilan membaca jenis keterampilan jenis ini bukan hal mudah. Faktor pengalaman, latar belakang, penguasaan bidang ilmu sertakesungguhan merupakan hal-hal yang turut mempengaruhi keberhasilan seseorang memiliki kemampuan membaca survey ini.
2. Membaca Sekilas
Membaca sekilas atau membaca skimming adalah sejenis membaca yang membuat mata kita
bergerak dengan cepat melihat dan memperhatikan bahan tertulis untuk mencari dan mendapatkan informasi secara cepat (Tarigan, 1990:32). Tampubolon menyebut membaca skimming inisebagai membaca layap, yakni membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum dari suatu bacaan atau bagian-bagiannya (1989:49), sedangkan dalam Dictionary of Reading (1983:298) skimming disebutkan sebagai kegiatan membaca secara cepat dan selektif sertabertujuan. Soedarso (188:89) mendefinisikan skimming sebagai keterampilan membacayang diatur secara sistematis untuk mendapatkan hasil yang efisien. Menurutnya skimming antara lain dapat diperlukan untuk kepentingan:
a) mengenal topik bacaan;
b) mengetahui pendapat orang lain (opini)
c) mendapatkan bagian penting yang kita perlukan, tanpa membaca keseluruhan;
d) mengetahui organisasi tulisan;
e) penyegaran terhadap bahan yang pernah dibaca.
Secara lebih jauh dan lebih luas pembahasan mengenai topik ini, secara khusus akan dibahas
pada modul 4 nanti.
3. Membaca dangkal
Membaca dangkal atau superfical reading pada dasarnya merupakan kegiatan membaca untuk memperoleh pemahaman yang dangkal atau tidak terlalu mendalam dari bahan bacaan yang kita baca. Membaca jenis ini biasanya dilakukan bila kita bermaksud untuk mencari kesenangan atau kebahagiaan. Oleh karena itu, jenis bacaannya pun betul-betul merupakan jenis bacaan ringan. Misalnya, majalah hiburan, cerpen, novel, dan sejenisnya. Walhasil, membaca dangakal ini dilakukan dengan santai untuk mendapatkan kesenangan.
Membaca Intensif
Dalam Dictionary of reading (1983:160) disebutkan bahwa membaca intensif merupakan
program kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama. Dalam membaca ini, para siswa hanya membaca satu atau beberapa pilihan dari bahan bacaan yang ada. Program membaca intensif merupakan salah bsatu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca secara kritis. Menurut Brook sebagaimana dikutip oleh H.G. Tarigan (1990:35) intensif reading merupakan studi seksama, telaah teliti serta penanganan terperinci terhadap suatu tugas yang pendekyang kira-kira hanya 2-4 halaman pada setiap harinya. Menurutnya, secara garis besar intensif reading terbagi dua, yakni membaca telaah isi (content study reading) dan membaca telaah bahasa (linguistic study reading). Membaca telaah isi dibagi lagi menjadi membaca teliti (close reading), membaca pemahaman (reading for understanding), membaca kritis (critical reading), dan membaca ide (reading
for ideas). Membaca telaah bahasa dibagi menjadi membaca bahasa asing (foreign language reading) dan membaca telaah sastra (literary reading). Secara skematis pembagian tersebut sebagai berikut:
Membaca teliti
Membaca pemahaman
Membaca telaah isi Membaca kritis
Membaca ide
Membaca intensif
Membaca bahasa asing
Membaca telaah bahasa
Membaca sastra
Untuk memberikan perpektif kepada anda, berikut akan dikupas secara selintas pengertian dari jenis-jenis membaca tersebut.
1. Membaca Teliti
Secara sederhna, membaca teliti dapat dikatakan sebagai kegiatan membaca secara seksama
yang bertujuan untuk memahami secara detil gagasan- gagasan yang terdapat dalam teks bacaan tersebut atau untuk melihat organisasi penulisan atau pendekatan yang digunakan oleh si penulis. Oleh karena itu, pembaca selain dituntut harus dapat memahami semua makna teks yang dibacanya juga dituntut untuk mengenali dan menghubungkan kaitan antar gagasan yang ada, baik yang terdapat dalam kalimat maupun dalam setiap paragraf. Salah satu kegiatan penunjang yang akan sangat membantu dalam proses membaca teliti ini, yakni dengan menandai bagian-bagian buku yang dianggap penting.
Terdapat sejumlah cara untuk menandai sebuah buku, antara lain:
a) Untuk menandai pernyataan-pernyataan, definisi atau hal-hal lain yang dianggap penting, kita dapat menggunakan tanda garis bawah (under line), baik dengan menggunakan ballpoint, pena atau dengan membuat blok dengan menggunakan stabillo berwarna terang
b) Untuk memberi penekanan pada suatu pernyataan yang telah digaris bawahi, kita dapat
membuat garis-garis tegak lurus pada setiap pinggir halaman buku tersebut.
c) Untuk memberi penekanan pada butir-butir penting dalam bacaan tersebut, kita dapat
membuat tanda-tanda bintangatau arterik atau tanda-tanda lainnya yang diletakkan pada
pinggir halaman.
d) Untuk menandai urutan butir penting yang dibuat oleh sang pengarang dalam
mengembangkan argumen, uraian atau penjelasan, kita dapat memberikan angka-angka pada
pinggir halaman.
e) Untuk menandai dimana saja dalam buku tersebut sang pengarang mengutarakan butir-butir
gagasan yang relevandengan butir yang sedang kita baca sekaligus untuk membantu
merangkaikan kembali ide-ide yang terpencardalam buku tersebut, kita dapat membubuhkan
nomo-nomor halaman pada pinggir halaman buku tersebut.
f) Melingkari kata-kata ataupun frasa-frasa yang dianggap penting.
g) Menuliskan atau membuat semacam catatan kecil pada pinggir, atas, atau bawah halaman
buku tersebut, jika kita bermaksud merekam pertanyaan-pertanyaan (dan barangkali juga
jawaban-jawaban) yang timbul dari dalam hati kita pada saat membaca bagian tersebut, atau
jika kita bermaksud ingin merangkum atau mengurutkan kembali gagasan yang diutarakan
oleh sipengarang secara singkat dan sederhana menurut versi kita sebagai pembaca.
2. Membaca pemahaman
Membaca pemahaman menurut H.G. Tarigan (1986:56) merupakan sejenis membaca yang
bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standards),
resensi kritis (critical review), drama tulis (printed drama) serta pola-pola fiksi (pattrens of
fiction).
3. Membaca Kritis
Menurut Albert [et al] sebagaimana dikutip oleh H.G. Tarigan (1986:89) membaca kritis
adalah sejenis kegiatan membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati,
mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan. Pembahasan secara lebih
luas ihwal jenis ini akan kita lakukan pada pembelajaran 3 nanti.
4. Membaca Ide
Menurut H.G. Tarigan (1986:116) membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang
bertujuan untuk mencari, memperoleh serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat dalam bacaan.
Kemudian menurut Anderson (1972) sebagaimana dikutip oleh H.G. Tarigan (1986:117) membaca
ide merupakan kegiatan membaca yang bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaanpertanyaan
berikut dari suatu bacaan:
a) mengapa hal itu merupakan judul atau topik yang baik
b) masalah apa saja yang dikupas atau dibentangkan dalam bacaan tersebut
c) hal-hal apa yang dipelajari dan dilakukan oleh sang tokoh
1. Membaca Bahasa Asing
Membaca bahasa asing pada tataran yang lebih rendah umumnya bertujuan untuk
memperbesar daya kata (increasing word power) dan untuk mengembangkan kosakata (developing
vocabulary), sedangkan dalam tataran yang lebih tinggitentu saja bertujuan untuk mencapai
kefasihan (fluency).
2. Membaca Sastra
Membaca sastra merupakan kegiatan membaca karya-karya sastra, baik dalam hubungannya
dengan kepentingan apresiasi maupun dalam hubungannya denga kepentingan studi atau
kepentinga pengkajian.
Pemarkahan kasus berupa persesuaian antara Argumen dengan verba. Pemarkahan ini tergantung dari sifat semantis verba—salah satu daripadanya adalah valensi verba. Hal ini tidak berlaku secara antar-bahasa—hanya berlaku untuk bahasa-bahasa tertentu saja.
Peran-peran secara umum berupa Pelaku, Penindak, Pengalam (sebagai Pasien), Pengalam (sebagai Argumen pada verba yang bervalensi satu), Lokomotif, Benefaktif, dan Indostrumental.
Verba yang bervalensi satu, yakni verba yang dapat disertai hanya oleh satu Argumen saja, memiliki tiga macam Argumen: Penindak, atau Pengalam, atau ”Perasa”. Contoh: I run, dan I fall, dan I think. Peran dari I dalam I run adalah Peran ”Penindak” , karena untuk berlari dituntut kegiatan tertentu; Peran dari I dalam I fall adalah peran ”Pengalam”, karena untuk orang yang jatuh tidak dituntut kegiatan apa-apa; artinya I dalam I think ber-Peran ”Perasa”, karena I think acap kali berarti ’saya mendapat kesan’.
Klausa yang mengandung verba yang bervalensi dua adalah kalusa yang memiliki Argumen Ajentif dan Argumen Objektif. Dalam bahasa yang berkasus, pemarkahan kasus dalam klausa tipe ini ada dua sistem yang umum dikenali oleh para bahasawan.
(1) Ada tipe yang Argumen Ajentifnya berkasus nominatif (biasanya tak bermarkah) dan yang Argumen Objektifnya berkasus akusatif. Contoh I hit him merupakan contoh yang jelas: I berkasus nominatif, dan him berkasus akusatif.—Tipe ini disebut ”tipe nominatif-akusatif, dan kependekannya lazim disebut ”tipe akusatif”.
(2) Ada Argumen Ajentif dalam salah satu kasus ”ajentif”, biasanya ”jenitif”, yang namanya kasus ”ergatif” dan dengan Argumen kedua yang berkasus ”nominatif” (artinya tidak bermarkah), atau (istilah lazimnya) ”absolutif”.—Tipe ini disebut ”tipe ergatif-absolutif”, dan sebagai kependekannya lazimnya dipakai istilah ”tipe ergatif”.
Klausa tipe lain yang mengandung verba yang bervalensi dua adalah tipe yang memiliki Argumen Ajentif dan Argumen Oblik.
Contoh “I shot the dog” dan “I shot at the dog.” Argumen “the dog” dalam kalusa pertama ber-Peran Objektif (anjing itu kena tembakan); Argumen “at the dog” dalam klausa kedua dikatakan ber-Peran ”Oblik” (pemarkahannya dalam bahasa ini kebetulan bukan dengan bentuk ”kasus” nominal melainkan dengan preposisi at). Tembakan diarahkan pada anjing tetapi anjing tidak kena. Dalam contoh pertama, anjing itu mengalami pengaruh kegiatan ”transitif” itu sepenuhnya; dalam contoh kedua, hanya untuk sebagian (misalnya anjing kaget dan lari).
Peran-Peran pada verba yang bervalensi dua: Perasa dan objektif, yaitu verba intransitif dengan Argumen Perasa.
Peran-Peran verba yang bervalensi tiga
Verba yang bervalensi tiga memiliki dua Argumen Objektif.
Bahasa Indonesia
Si Dul memukul perampok dengan tongkat.
Si Dul memukulkan tongkat pada tembok
Dia memuati truk dengan batubara
Dia memuatkan batubara pada truk.
Bahasa Inggris
Paul beat {the burgler/him)} with stick.
Paul beat the stick against the wall.
Paul loaded the truck with coal.
Paul loaded the coal on to the truck.
Ada beberapa hal yang menarik perhatian dalam contoh-contoh ini. Pertama, verba Indonesia dimarkahi dengan morfem akhiran ”fokus” untuk memungkinkan Argumen yang langsung menyusul: perampok pada memukul, tetapi fokus instrumental –kan pada tongkat. Baik perampok maupun dengan tongkat dalam (a) ber-Peran Objektif: perampok adalah (Objektif) Pasien, dan dengan tongkat adalah (Objektif) Instrumental. Konstituen dengan tongkat dimarkahi untuk Peran Instrumental dengan preposisi dengan. Sebaliknya dalam (b), Peran (Objektif) Instrumental dari tongkat tidak bermarkah preposisi dengan, oleh karena verba memukulkan sudah dimarkahi untuk fokus instrumental. Demikian pula, dalam (c) dan (d), truk tidak dimarkahi untuk Peran (Objektif) Lokatifnya karena verba memuati sudah bermarkah fokus lokatif –i, tetapi pada truk membutuhkan pemarkah pada, karena verba memuatkan berakhiran fokus pasien –kan untuk Peran (Objektif) Pasien dari batubara—dan Pasien batubara itu tidak membutukan pemarkahan preposisional.
Persesuaian verbal dengan Argumen: pemarkahan ciri-ciri Argumen, satu atau lebih, pada verba. Secara tradisional, para ahli linguistik sering membahas persesuaian verbal itu dengan memberikan nama-nama ”fungsional” kepada Argumen-Argumen yang menyebabkan pemarkahan pada verba: persesuaian dengan ”Subjek”, dan/atau dengan ”Objek”.
Persesuaian verbal dengan Argumen sebagai Fungsi dan Peran. ”Kaidah” tradisional mengatakan bahwa persesuaian verbal selalu terdapat dengan Argumen menurut Fungsinya (dan, seperti sering diandaikan, hanya dengan Subjek). Ternyata hal itu keliru jika dipandang dari sudut pandang antar-bahasa. Dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa persesuaian verbal memang dengan Argumen Subjek—jadi tanpa pengaruh dari Peran manakah yang ada pada Subjek tersebut. Dalam bahasa Prancis dan bahasa Itali ditemukan persesuaian dengan Objek dalam konstruksi Predikat yang terdiri atas verbal bantu disusul partisipia perfekta (bila objek mendahului Predikat).
Perujukan silang, klitisisasi, dan persesuaian. Pengklitakan argumen yang tidak dapat hadir bukan persesuaian, akan tetapi hal itu hanya merupakan soal peristilahan saja, karena klitisasi pun berstruktur menurut Peran, atau menurut fungsi, tergantung dari bahasa masing-masing. Para ahli sering menyebut persesuaian maupun klitisasi Argumen sebagai perujukan silang dari Argumen pada verba.
Membaca ekstensif
Dalam Dictionary of Reading (1983:112) disebutkan membaca ekstensif merupakan program membaca yang dilakukan secara luas. Para siswa diberikan kebebasan dn keleluasaandalam hal memiliki baik jenis maupun lingkup bahan-bahan bacaan yang dibacanya. Program membaca ekstensif ini sangat besar manfatnya dalam memberikan aneka pengalaman yang sangat luas kepada para siswa yang mengikutinya. Karena membaca ekstensif merupakan program membaca secara luas, maka implikasinya antara lain:
<span>Pertama,</span> bahan-bahan bacaan, baik jenis teks maupun ragamnya haruslah luas dan
beraneka. Dengan demikian, siswa akan banyak memiliki kekuasaan dalam melakukan pilihan terhadap bahan bacaan tersebut. Meskipun demikian, yang harus diperehatikan oleh guru adalah faktor kesulitan dari bahan bacaan tersebut. Jangan sampai bahan bacaan terlalu sulit untuk dicerna. Kedua, waktu yang dipergunakan untuk membaca pun harus sesingkat mungkin. Pada membaca ekstensif pengertian atau pemahaman yang bertaraf relatif rendah sudah memadai. Mengapa demikian? Karena dalam program membaca ekstensif tuntutan dan tujuannya pun memang hanya sekedar untuk memahami isi yang penting saja dari bahan bacaan yang dibaca tersebut dengan menggunakan waktu secepat mungkin.
Menurut Broughton (1978) sebagaimana dikutip oleh H.G. Tarigan (1979:31) membaca
ekstensif meliputitiga jens membaca, yakni membaca survey (survey reading), membaca sekilas (skimming), membaca dangkal (superficial reading). Secara skematis hal tersebut digambarkan sebagai berikut:
Membaca survey
Membaca ekstensif Membaca sekilas
Membaca dangkal
Untuk memberikan perspektif kepada anda, mari kita bahas ketiga jenis membaca tersebut.
a. Membaca Survey
Membaca survey ialah sejenis kegiatan membaca dengan tujuan untuk mengetahui gambaran
umum ihwal isi (content) serta ruang lingkup (scope) dari bahan bacaan yang hendak kita baca. Oleh karena itu, dalam prktiknya pembaca hanya sekedar melihat, meneliti atau menelaah bagian bacaan yang dianggap penting saja. Misalnya judul, nama pengarang beserta biodatanya, daftar isi, judul-judul bab beserta sub-bab, daftar indeks, atau daftar buku-buku rujukan yang dipergunakannya. Dengan demikian membaca survey pada dasarnya bukanlah kegiatan membaca yang sesungguhnya. Jadi, dapat dikatakan semacam kegiatan prabaca. Dalam konteks jenis bacaan ilmiah, seperti skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian atau artikel yang terdapat dalam jurnal ilmiah, bagian yang penting juga perlu disurvey untuk mendapatkan gambaran umum serta serta ruang lingkup tersebut yakni bagian abstraksiini atau sebagian orang menyebutnya ringkasan (summary) terletak dibagian awal karya tersebut, sedangkan untuk buku, kita dapat membacanya lewat keterangan atau semacam pengantar singkatyang terletak pada sampul bagian belakang dari buku tersebut. Biasanya keterangan singkat tersebutdibuat oleh pihak penerbit atau seorang pakar yang memiliki otoritas dibidangnya. Kemampuan membaca survey ini penting dimiliki oleh setiap pelajar, khususnya para mahasiswa agar dapat membaca secara efektif dan efisien. Meskipun demikian, untuk memiliki jenis keterampilan membaca jenis keterampilan jenis ini bukan hal mudah. Faktor pengalaman, latar belakang, penguasaan bidang ilmu sertakesungguhan merupakan hal-hal yang turut mempengaruhi keberhasilan seseorang memiliki kemampuan membaca survey ini.
2. Membaca Sekilas
Membaca sekilas atau membaca skimming adalah sejenis membaca yang membuat mata kita
bergerak dengan cepat melihat dan memperhatikan bahan tertulis untuk mencari dan mendapatkan informasi secara cepat (Tarigan, 1990:32). Tampubolon menyebut membaca skimming inisebagai membaca layap, yakni membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum dari suatu bacaan atau bagian-bagiannya (1989:49), sedangkan dalam Dictionary of Reading (1983:298) skimming disebutkan sebagai kegiatan membaca secara cepat dan selektif sertabertujuan. Soedarso (188:89) mendefinisikan skimming sebagai keterampilan membacayang diatur secara sistematis untuk mendapatkan hasil yang efisien. Menurutnya skimming antara lain dapat diperlukan untuk kepentingan:
a) mengenal topik bacaan;
b) mengetahui pendapat orang lain (opini)
c) mendapatkan bagian penting yang kita perlukan, tanpa membaca keseluruhan;
d) mengetahui organisasi tulisan;
e) penyegaran terhadap bahan yang pernah dibaca.
Secara lebih jauh dan lebih luas pembahasan mengenai topik ini, secara khusus akan dibahas
pada modul 4 nanti.
3. Membaca dangkal
Membaca dangkal atau superfical reading pada dasarnya merupakan kegiatan membaca untuk memperoleh pemahaman yang dangkal atau tidak terlalu mendalam dari bahan bacaan yang kita baca. Membaca jenis ini biasanya dilakukan bila kita bermaksud untuk mencari kesenangan atau kebahagiaan. Oleh karena itu, jenis bacaannya pun betul-betul merupakan jenis bacaan ringan. Misalnya, majalah hiburan, cerpen, novel, dan sejenisnya. Walhasil, membaca dangakal ini dilakukan dengan santai untuk mendapatkan kesenangan.
Membaca Intensif
Dalam Dictionary of reading (1983:160) disebutkan bahwa membaca intensif merupakan
program kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama. Dalam membaca ini, para siswa hanya membaca satu atau beberapa pilihan dari bahan bacaan yang ada. Program membaca intensif merupakan salah bsatu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca secara kritis. Menurut Brook sebagaimana dikutip oleh H.G. Tarigan (1990:35) intensif reading merupakan studi seksama, telaah teliti serta penanganan terperinci terhadap suatu tugas yang pendekyang kira-kira hanya 2-4 halaman pada setiap harinya. Menurutnya, secara garis besar intensif reading terbagi dua, yakni membaca telaah isi (content study reading) dan membaca telaah bahasa (linguistic study reading). Membaca telaah isi dibagi lagi menjadi membaca teliti (close reading), membaca pemahaman (reading for understanding), membaca kritis (critical reading), dan membaca ide (reading
for ideas). Membaca telaah bahasa dibagi menjadi membaca bahasa asing (foreign language reading) dan membaca telaah sastra (literary reading). Secara skematis pembagian tersebut sebagai berikut:
Membaca teliti
Membaca pemahaman
Membaca telaah isi Membaca kritis
Membaca ide
Membaca intensif
Membaca bahasa asing
Membaca telaah bahasa
Membaca sastra
Untuk memberikan perpektif kepada anda, berikut akan dikupas secara selintas pengertian dari jenis-jenis membaca tersebut.
1. Membaca Teliti
Secara sederhna, membaca teliti dapat dikatakan sebagai kegiatan membaca secara seksama
yang bertujuan untuk memahami secara detil gagasan- gagasan yang terdapat dalam teks bacaan tersebut atau untuk melihat organisasi penulisan atau pendekatan yang digunakan oleh si penulis. Oleh karena itu, pembaca selain dituntut harus dapat memahami semua makna teks yang dibacanya juga dituntut untuk mengenali dan menghubungkan kaitan antar gagasan yang ada, baik yang terdapat dalam kalimat maupun dalam setiap paragraf. Salah satu kegiatan penunjang yang akan sangat membantu dalam proses membaca teliti ini, yakni dengan menandai bagian-bagian buku yang dianggap penting.
Terdapat sejumlah cara untuk menandai sebuah buku, antara lain:
a) Untuk menandai pernyataan-pernyataan, definisi atau hal-hal lain yang dianggap penting, kita dapat menggunakan tanda garis bawah (under line), baik dengan menggunakan ballpoint, pena atau dengan membuat blok dengan menggunakan stabillo berwarna terang
b) Untuk memberi penekanan pada suatu pernyataan yang telah digaris bawahi, kita dapat
membuat garis-garis tegak lurus pada setiap pinggir halaman buku tersebut.
c) Untuk memberi penekanan pada butir-butir penting dalam bacaan tersebut, kita dapat
membuat tanda-tanda bintangatau arterik atau tanda-tanda lainnya yang diletakkan pada
pinggir halaman.
d) Untuk menandai urutan butir penting yang dibuat oleh sang pengarang dalam
mengembangkan argumen, uraian atau penjelasan, kita dapat memberikan angka-angka pada
pinggir halaman.
e) Untuk menandai dimana saja dalam buku tersebut sang pengarang mengutarakan butir-butir
gagasan yang relevandengan butir yang sedang kita baca sekaligus untuk membantu
merangkaikan kembali ide-ide yang terpencardalam buku tersebut, kita dapat membubuhkan
nomo-nomor halaman pada pinggir halaman buku tersebut.
f) Melingkari kata-kata ataupun frasa-frasa yang dianggap penting.
g) Menuliskan atau membuat semacam catatan kecil pada pinggir, atas, atau bawah halaman
buku tersebut, jika kita bermaksud merekam pertanyaan-pertanyaan (dan barangkali juga
jawaban-jawaban) yang timbul dari dalam hati kita pada saat membaca bagian tersebut, atau
jika kita bermaksud ingin merangkum atau mengurutkan kembali gagasan yang diutarakan
oleh sipengarang secara singkat dan sederhana menurut versi kita sebagai pembaca.
2. Membaca pemahaman
Membaca pemahaman menurut H.G. Tarigan (1986:56) merupakan sejenis membaca yang
bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standards),
resensi kritis (critical review), drama tulis (printed drama) serta pola-pola fiksi (pattrens of
fiction).
3. Membaca Kritis
Menurut Albert [et al] sebagaimana dikutip oleh H.G. Tarigan (1986:89) membaca kritis
adalah sejenis kegiatan membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati,
mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan. Pembahasan secara lebih
luas ihwal jenis ini akan kita lakukan pada pembelajaran 3 nanti.
4. Membaca Ide
Menurut H.G. Tarigan (1986:116) membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang
bertujuan untuk mencari, memperoleh serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat dalam bacaan.
Kemudian menurut Anderson (1972) sebagaimana dikutip oleh H.G. Tarigan (1986:117) membaca
ide merupakan kegiatan membaca yang bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaanpertanyaan
berikut dari suatu bacaan:
a) mengapa hal itu merupakan judul atau topik yang baik
b) masalah apa saja yang dikupas atau dibentangkan dalam bacaan tersebut
c) hal-hal apa yang dipelajari dan dilakukan oleh sang tokoh
1. Membaca Bahasa Asing
Membaca bahasa asing pada tataran yang lebih rendah umumnya bertujuan untuk
memperbesar daya kata (increasing word power) dan untuk mengembangkan kosakata (developing
vocabulary), sedangkan dalam tataran yang lebih tinggitentu saja bertujuan untuk mencapai
kefasihan (fluency).
2. Membaca Sastra
Membaca sastra merupakan kegiatan membaca karya-karya sastra, baik dalam hubungannya
dengan kepentingan apresiasi maupun dalam hubungannya denga kepentingan studi atau
kepentinga pengkajian.
SINTAKSIS KLAUSA: HUBUNGAN ANTARA PERAN DAN KATEGORI
Peran-peran secara umum berupa Pelaku, Penindak, Pengalam (sebagai Pasien), Pengalam (sebagai Argumen pada verba yang bervalensi satu), Lokomotif, Benefaktif, dan Indostrumental.
Verba yang bervalensi satu, yakni verba yang dapat disertai hanya oleh satu Argumen saja, memiliki tiga macam Argumen: Penindak, atau Pengalam, atau ”Perasa”. Contoh: I run, dan I fall, dan I think. Peran dari I dalam I run adalah Peran ”Penindak” , karena untuk berlari dituntut kegiatan tertentu; Peran dari I dalam I fall adalah peran ”Pengalam”, karena untuk orang yang jatuh tidak dituntut kegiatan apa-apa; artinya I dalam I think ber-Peran ”Perasa”, karena I think acap kali berarti ’saya mendapat kesan’.
Klausa yang mengandung verba yang bervalensi dua adalah kalusa yang memiliki Argumen Ajentif dan Argumen Objektif. Dalam bahasa yang berkasus, pemarkahan kasus dalam klausa tipe ini ada dua sistem yang umum dikenali oleh para bahasawan.
(1) Ada tipe yang Argumen Ajentifnya berkasus nominatif (biasanya tak bermarkah) dan yang Argumen Objektifnya berkasus akusatif. Contoh I hit him merupakan contoh yang jelas: I berkasus nominatif, dan him berkasus akusatif.—Tipe ini disebut ”tipe nominatif-akusatif, dan kependekannya lazim disebut ”tipe akusatif”.
(2) Ada Argumen Ajentif dalam salah satu kasus ”ajentif”, biasanya ”jenitif”, yang namanya kasus ”ergatif” dan dengan Argumen kedua yang berkasus ”nominatif” (artinya tidak bermarkah), atau (istilah lazimnya) ”absolutif”.—Tipe ini disebut ”tipe ergatif-absolutif”, dan sebagai kependekannya lazimnya dipakai istilah ”tipe ergatif”.
Klausa tipe lain yang mengandung verba yang bervalensi dua adalah tipe yang memiliki Argumen Ajentif dan Argumen Oblik.
Contoh “I shot the dog” dan “I shot at the dog.” Argumen “the dog” dalam kalusa pertama ber-Peran Objektif (anjing itu kena tembakan); Argumen “at the dog” dalam klausa kedua dikatakan ber-Peran ”Oblik” (pemarkahannya dalam bahasa ini kebetulan bukan dengan bentuk ”kasus” nominal melainkan dengan preposisi at). Tembakan diarahkan pada anjing tetapi anjing tidak kena. Dalam contoh pertama, anjing itu mengalami pengaruh kegiatan ”transitif” itu sepenuhnya; dalam contoh kedua, hanya untuk sebagian (misalnya anjing kaget dan lari).
Peran-Peran pada verba yang bervalensi dua: Perasa dan objektif, yaitu verba intransitif dengan Argumen Perasa.
Peran-Peran verba yang bervalensi tiga
Verba yang bervalensi tiga memiliki dua Argumen Objektif.
Bahasa Indonesia
Si Dul memukul perampok dengan tongkat.
Si Dul memukulkan tongkat pada tembok
Dia memuati truk dengan batubara
Dia memuatkan batubara pada truk.
Bahasa Inggris
Paul beat {the burgler/him)} with stick.
Paul beat the stick against the wall.
Paul loaded the truck with coal.
Paul loaded the coal on to the truck.
Ada beberapa hal yang menarik perhatian dalam contoh-contoh ini. Pertama, verba Indonesia dimarkahi dengan morfem akhiran ”fokus” untuk memungkinkan Argumen yang langsung menyusul: perampok pada memukul, tetapi fokus instrumental –kan pada tongkat. Baik perampok maupun dengan tongkat dalam (a) ber-Peran Objektif: perampok adalah (Objektif) Pasien, dan dengan tongkat adalah (Objektif) Instrumental. Konstituen dengan tongkat dimarkahi untuk Peran Instrumental dengan preposisi dengan. Sebaliknya dalam (b), Peran (Objektif) Instrumental dari tongkat tidak bermarkah preposisi dengan, oleh karena verba memukulkan sudah dimarkahi untuk fokus instrumental. Demikian pula, dalam (c) dan (d), truk tidak dimarkahi untuk Peran (Objektif) Lokatifnya karena verba memuati sudah bermarkah fokus lokatif –i, tetapi pada truk membutuhkan pemarkah pada, karena verba memuatkan berakhiran fokus pasien –kan untuk Peran (Objektif) Pasien dari batubara—dan Pasien batubara itu tidak membutukan pemarkahan preposisional.
Persesuaian verbal dengan Argumen: pemarkahan ciri-ciri Argumen, satu atau lebih, pada verba. Secara tradisional, para ahli linguistik sering membahas persesuaian verbal itu dengan memberikan nama-nama ”fungsional” kepada Argumen-Argumen yang menyebabkan pemarkahan pada verba: persesuaian dengan ”Subjek”, dan/atau dengan ”Objek”.
Persesuaian verbal dengan Argumen sebagai Fungsi dan Peran. ”Kaidah” tradisional mengatakan bahwa persesuaian verbal selalu terdapat dengan Argumen menurut Fungsinya (dan, seperti sering diandaikan, hanya dengan Subjek). Ternyata hal itu keliru jika dipandang dari sudut pandang antar-bahasa. Dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa persesuaian verbal memang dengan Argumen Subjek—jadi tanpa pengaruh dari Peran manakah yang ada pada Subjek tersebut. Dalam bahasa Prancis dan bahasa Itali ditemukan persesuaian dengan Objek dalam konstruksi Predikat yang terdiri atas verbal bantu disusul partisipia perfekta (bila objek mendahului Predikat).
Perujukan silang, klitisisasi, dan persesuaian. Pengklitakan argumen yang tidak dapat hadir bukan persesuaian, akan tetapi hal itu hanya merupakan soal peristilahan saja, karena klitisasi pun berstruktur menurut Peran, atau menurut fungsi, tergantung dari bahasa masing-masing. Para ahli sering menyebut persesuaian maupun klitisasi Argumen sebagai perujukan silang dari Argumen pada verba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar